Sebagai bulan yang luar biasa, Ramadhan penuh keutamaan. Di antaranya adalah ampunan dosa sepanjang Ramadhan bagi orang yang shalat malam dan berpuasa selama Ramadhan. Salah satu hadits yang menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan adalah: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ Artinya, “Barangsiapa yang ibadah malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Bukhari).
Sebagai
bulan yang luar biasa, Ramadhan penuh keutamaan. Di antaranya adalah ampunan
dosa sepanjang Ramadhan bagi orang yang shalat malam dan berpuasa selama
Ramadhan. Salah satu hadits yang menjelaskan keutamaan bulan
Ramadhan adalah:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, “Barangsiapa
yang ibadah malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Al-Bukhari).
Dalam riwayat lain
disebutkan:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya, “Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka akan diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits
pertama menjelaskan ampunan dosa bagi orang yang menghidupkan malam Ramadhan
dengan ibadah, dzikir dan shalat malam termasuk shalat Tarawih pada bulan
Ramadhan. Ampunan dosa diperoleh jika seluruh ibadah dilakukan dengan “imanan”,
yakni rasa yakin dan membenarkan, serta “ihtisaban”, yakni mengharapkan
pahala dari Allah swt. Pada hadits ini, kata “imanan” diartikan
dengan meyakini kebenaran dan keutamaan menghidupkan malam Ramadhan dengan
ibadah.
Imam As-Suyuthi dalam Syarhu Muslim
mengatakan, kata “imanan” dalam hadits tersebut memiliki arti meyakini
kebenaran dan keutamaannya. Sedangkan Al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengatakan,
artinya adalah meyakini adanya janji pahala dari Allah swt. ad
Baca Juga Keutamaan Ramadhan dan Ibadah Sosial Sedangkan hadits kedua
menjelaskan ampunan dosa bagi orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan
“imanan” dan “ihtisaban”.
Pada
hadits ini As-Suyuthi mengatakan, kata “imanan” diartikan dengan meyakini
kewajiban puasa Ramadhan, meyakininya sebagai salah satu rukun
Islam, dan meyakini janji pahala dari Allah swt. Jadi,
orang yang melakukan puasa dan shalat malam pada bulan Ramadhan harus merasa
yakin dan tidak ragu bahwa puasa merupakan kewajiban Islam, shalat malam
merupakan anjuran Islam, dan keduanya telah dijanjikan pahala oleh Allah swt.
Sedangkan kata “ihtisaban” pada dua hadits di
atas diartikan dengan beberapa makna, di antaranya: Melakukan puasa dengan senang dan berharap
mendapat pahala dari Allah swt, tidak merasa berat melakukan puasa, dan tidak
merasa jenuh karena hari-hari puasa terlalu lama, sebagaimana disebutkan dalam
kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani: “Al-Khattabi berkata:
"kata “ihtisaban” artinya dengan keteguhan hati, yaitu puasa dengan makna
menginginkan pahala, dengan hati yang baik, tidak merasa berat untuk puasa dan
tidak merasa terlalu panjang hari-harinya".” (Ibnu Hajar Al-Asqalani,
Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017] juz
V, Halaman 101).
Melakukan
ibadah dengan ikhlas hanya karena Allah, tidak karena riya’ dan ingin dilihat
baik di hadapan orang lain. As-Suyuthi dalam
Ad-Dibaj mengatakan: "Yang dikehendaki dari
"ihtisaban" adalah mencari pahala dari Allah saja, tidak melihat
manusia atau apapun hal lain yang bertentangan dengan keikhlasan.”
(Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Ad-Dibaj 'ala Sahihi Muslim bin
Al-Hajjaj [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2016], juz II, halaman 173).
Pemaknaan
yang sama juga disampaikan dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi karya Muhammad
Abdurrahman, sebagai berikut:
وَاحْتِسَابًا أَيْ طَلَبًا لِلثَّوَابِ مِنْهُ تَعَالَى
أَوْ إِخْلَاصًا أَيْ بَاعِثُهُ عَلَى الصَّوْمِ مَا ذُكِرَ لَا الْخَوْفُ مِنَ
النَّاسِ وَلَا الْاِسْتِحْيَاءُ مِنْهُمْ وَلَا قَصْدُ السُّمْعَةِ وَالرِّيَاءِ
عَنْهُمْ
Artinya, “(Dan
karena mengharapkan pahala), maksudnya mencari pahala dari Allah swt, atau
karena ikhlas, yaitu motivasinya berpuasa adalah ikhlas karena Allah, bukan
karena takut kepada manusia, atau merasa malu, juga tidak karena ingin didengar
baik oleh orang lain dan tidak pamer.” (Muhammad Abdurrahman, Tuhfatul
Ahwadzi Bisyarhi Jami’it Tirmidzi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz
IV, halaman 244).
Jadi,
orang yang melakukan puasa dan shalat malam di bulan Ramadhan harus
melakukannya dengan senang hati dan tidak merasa berat, serta dilakukan dengan
ikhlas karena Allah, tidak karena pamer, malu ataupun takut.
Adapun dosa yang diampuni pada dua hadits di atas adalah dosa dari kemaksiatan
kepada Allah swt (haqqullah), bukan dosa antarsesama manusia (haqqul adami),
karena dosa haqqul adami tidak akan terhapus kecuali dengan meminta maaf dan
meminta halal, sebagaimana disebutkan dalam kitab I’anatut Thalibin:
وَقَوْلُهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ أَيْ مِنَ الصَّغَائِرِ أَوِ الْأَعَمِّ دُوْنَ التَّبِعَاتِ وَهِيَ
حُقُوقُ الْآدَمِيِّيْنَ أَمَّا هِيَ فَلَا يُكَفِّرُهَا إِلَّا الْاِسْتِحْلَالُ
مِنْ مُسْتَحِقِّهَا إِنْ كَانَ مَوْجُوْدًا أَهْلًا لِلْاِسْتِحْلَالِ مِنْهَا
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلًا أَوْ لَمْ يَكُنْ مَوْجُوْدًا فَوَارِثُهُ
Artinya, “(Dan
ungkapan: “Dosa-dosanya yang terdahulu”), yakni dosa-dosa kecil atau dosa-dosa
yang lebih umum, dan tidak termasuk dosa yang menjadi hak manusia. Adapun
dosa-dosa itu hanya dapat ditebus dengan menghalalkannya dari orang yang
berhak, jika dia ada dan bisa menghalalkannya. Jika dia tidak bisa
menghalalkannya (semisal anak kecil atau orang gila) atau tidak ada, maka
kepada ahli warisnya." (Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyathi,
I’anatut Thalibin, [Mesir, Daru Ihya’il Kutubil ‘Arabiyah: 1883] juz II,
halaman 258)
Sedangkan
untuk tingkatan dosa yang mendapat ampunan dari Allah swt, menurut ulama
terdapat tiga pendapat: Semua dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Ini
pendapat dari Ibnu Mundzir. Hanya untuk dosa-dosa kecil. Ini pendapat An-Nawawi
dan Imam Al-Haramain. Dosa kecil diampuni, sedangkan dosa besar
diringankan.
غُفِرَ لَهُ: ظَاهِرُهُ يَتَنَاوَلُ الصَّغَائِرَ
وَالْكَبَائِرَ وَبِهِ جَزَمَ بْنُ الْمُنْذِرِ وَقَالَ النَّوَوَي الْمَعْرُوْفُ
أَنَّهُ يَخْتَصُّ بِالصَّغَائِرِ وَبِهِ جَزَمَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَعَزَاهُ
عِيَاضٌ لِأَهْلِ السُّنَّةِ قَالَ بَعْضُهُمْ وَيَجُوْزُ أَنْ يُخَفِّفَ
مِنَ الْكَبَائِرِ إِذَا لَمْ يُصَادِفْ صَغِيْرَةً
Artinya, “(Dia akan diampuni) yang jelas
maksudnya adalah untuk dosa-dosa kecil dan besar, dan Ibnu Mundhir menegaskan
makna tersebut. An-Nawawi mengatakan bahwa itu khusus untuk dosa-dosa kecil,
pendapat ini ditegaskan oleh Imam Haromain. Iyadl menyatakan ini pendapat Ahlus
Sunnah. Sebagian ulama berkata, bisa jadi maksudnya mengurangi dosa besar jika
tidak ditemui dosa kecil.” (Abdurrahman, Tuhfatul Ahwadzi, Juz IV, Halaman
244).
Kemudian
jika tidak ditemukan dosa kecil dan besar, maka puasa dan shalat malam di bulan
Ramadhan dapat menaikkan derajat di surga. An-Nawawi berkata:
قَالَ النَّوَوِي إِنَّ
الْمُكَفِّرَاتِ إِنْ صَادَفَتِ السَّيِّئَاتِ تَمْحُوْهَا إِذَا كَانَتْ
صَغَائِرَ وَتُخَفِّفُهَا إِذَا كَانَتْ كَبَائِرَ وَإِلَّا تَكُوْنُ مُوْجِبَةً
لِرَفْعِ الدَّرَجَاتِ فِي الْجَنَّاتِ
Artinya, “Al-Nawawi
mengatakan, amalan-amalan yang dapat menghapus dosa, itu jika ditemukan amal
buruk, maka dihapuskan jika dosanya kecil, dan dikurangi jika dosanya besar,
jika tidak ada amal buruk, maka akan menambah derajat seseorang di surga.”
(Abdurrahman, Tuhfatul Ahwadzi, IV/244).
Demikian
penjelasan hadits ampunan dosa bagi orang yang puasa dan shalat malam di bulan
Ramadhan, semoga kita dapat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan ini dengan
penuh keyakinan dan ikhlas mencari pahala dari Allah swt. Amîn yâ rabbal
âlamîn.
Wallaahu a'lam.
Sumber: https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/kajian-lengkap-hadits-populer-tentang-ampunan-dosa-sepanjang-ramadhan-xj0RR